Minggu, 28 Oktober 2012

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU


PENDAHULUAN
Penghasilan dalam arti luas adalah penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, transaksi saham dan sekuritas di bursa efek, pengalihan harta berupa tanah atau bangunan, serta penghasilan lainnya yang merupakan Objek Pajak Penghasilan. Dasar pertimbangan diberlakukannya penghitungan pajak penghasilan ini adalah demi kesederhanaan dalam pemungutan pajak, keadilan dan pemerataan dalam pengenaan pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.
Mengacu pada Pasal 4 ayat (2) UU Pajak Penghasilan, yang termasuk penghasilan kena pajak adalah penghasilan berupa bunga deposito, tabungan, diskonto Sertifikat Bank Indonesia, hadiah undian, serta penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan, persewaan tanah dan bangunan.

BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA
 Dasar Hukum:
Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000.
 Objek Pajak:
1) Bunga deposito dan tabungan, termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau tempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
2) Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
 Tarif dan Sifat Pemotongan Pajak:
1) Sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final, atas bunga dan diskonto yang terutang atau dibayarkan kepada penerima penghasilan baik orang pribadi maupun badan dalam negeri dan BUT di Indonesia.
2) Sebesar 20% dari jumlah bruto atau sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dan bersifat final.
 Dikecualikan dari Pemotongan Pajak Penghasilan
1) Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlahnya tidak melebihi Rp 7.500.000,00 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
2) Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
3) Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4) Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana.
HADIAH UNDIAN
 Dasar Hukum:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 132 Tahun 2000.
 Objek Pajak:
Hadiah undian atau dalam arti hadiah yang diberikan melalui cara undian.
 Tarif Pajak
Sebesar 25% dari jumlah bruto nilai hadiah undian. Pajak Penghasilan atas hadiah undian terutang pada akhir bulan dibayarkan atau pada saat diserahkannya hadiah undian.
PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
 Dasar Hukum:
Peraturan Dirjen Pajak Nomor 30/Pj./2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan.
 Objek Pajak:
Termasuk dalam pengertian pengalihan hak atas tanah dan bangunan adalah semua pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang dapat dilakukan dengan cara:
1) Penjualan, tukar-menukar termasuk ruilslag, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah.
2) Penjualan, tukar-menukar termasuk ruilslag, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus, contohnya pembangunan kampus universitas dan rumah sakit.
3) Penjualan, tukar menukar termasuk ruilslag, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus. Sebagai contoh pembangunan waduk, bendungan, dan lain sebagainya.

Yang dimaksud dengan pengalihan hak dengan cara lain antara lain:
 Warisan
 Sewa dengan hak opsi
 Sale and lease back
 Penyetoran modal saham dalam bentuk tanah dan bangunan
 Pengalihan hak sehubungan dengan bangun guna serah
 Penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha
 Pembubaran badan hukum
 Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

 Tarif Pajak
Pengaturan mengenai Pajak Penghasilan terhadap wajib pajak atas transaksi penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan mengalami perubahan. Perubahan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 1999 yang diikuti dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 566/KMK.04/1999 Tanggal 27 Desember 1999 dan SE Nomor 55/Pj.42/1999 Tanggal 31 Desember 1999 yang diberlakukan sejak 1 Januari 2000 sebagai berikut:
1. Dikenakan 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan yang pengenaannya dilakukan terhadap orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan yang dialihkan dengan cara penjualan, tukar-menukar termasuk ruilslag, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah.
2. Dikenakan tariff 5% terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dialihkan dengan cara penjualan, tukar-menukar termasuk ruilslag, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.
3. Dikenakan tarif 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang jumlah penghasilannya melebihi PTKP melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp 60.000.000,00.
4. Atas penghasilan dari transaksi penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan termasuk koperasi sebagai barang dagangan (perhatikan batasan badan di atas) terutang/ dikenakan pajak penghasilan yang didasarkan pada pasal 16 ayat (1) Undang–undang Pajak Penghasilan demikian pula tarif pajaknya didasarkan pada pasal 17 undang–undang pajak penghasilan. Pengasilan yang diterima dan biaya–biaya yang telah terjadi sebelum tanggal 1 jamuari 2000 yang telah dikenakan PPh final tidak diperhitungkan lagi dalam SPT tahunan PPh yang termasutahun buku yang meliputi tanggal 1 januari 2000 dan tahun–tahun pajak sesudah tahun 2000. Sebagai ontoh dapat diikuti perhitungan sbb:

Penjualan tahun 2000 (menurut pembukuan WP) Rp 108.000.000,00
Uang muka/ cicilan yang diterima dan telah dipungut
PPh atas final pada tahun 1999 dan sebelumnya Rp 18.000.000,00
Penjualan yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan
PPh tahun 2000 Rp 90.000.000,00

Berdasarkan kenyataan, ternayata dapat dipisahkan bagian harga pokok yang terikat dengan penghasilan yang terkena PPh final. Dengan demikian, fakta tersebut digunakan sebagai dasar menghitung harga pokok yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya. Terhadap biaya yang terkait dengan penghasilan yang telah diterima dan dikenakan PPh final pada tahun 1999 dan sebelumnya tidak boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak.Apabila penghasilan yang terkena PPh final dan tidak final tersebut sulit dipisahkan, maka biaya–biaya tersebut dapat dilokasikan secara proporsional berdasarkan perbandingan jumlah penjualan.
5. Terhitung mulai tanggal 1 januari 2000 wajib pajak badan termasuk koperasi di atas wajib membayar angsuran pajak penghasilan dalam tahun berjalan berdasarkan ketentuan pasal 25 undang–undang pajak penghasilan.
6. Besarnya angsuran PPh tahun berjalan/ PPh pasal 25 untuk pertama kalinya ditetapkan sebesar seperduabelas dari pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tariff umum pasal 17 Undang–undang PPh pasal atas penghasilan neto bulan yang bersanguktan setelah disetahunkan.
Ketentuan ini hanya berlaku sampai dengan masa pajak terakhir dari tahun buku yang meliputi tanggal 1 januari 2000 dan besarnya angsuran pajak penghasilan tahun berjalan berikutnya ditetapkan berdasarkan ketentuan umum pasal 25 undang–undang PPh.
Contoh penghitungan: (menggunakan tarif lama)
Penghasilan neto bulan januari 2000 sebesar Rp 4.000.000,00
Penghasilan neto disetahunkan (Rp 4.000.000,00 x 12) Rp 48.000.000,00
PPh terutang:
10% x Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 23.000.000,00 = Rp 3.450.000,00
Rp 5.950.000,00

7. Kerugian fiskal yang terjadi selama dan sebelum berlakunya pengenaan pajak pengasilan final berdasarkan PP Nomor 48 tahun 1994 sebagaimana telah di ubah dengan PP Nomor 27 tahun1996 tidak boleh dikompensasi dengan penghasilan kena pajak mulai masa Pajak Januari 2000 dan seterusnya.

PENGECUALIAN DARI KEWAJIBAN PEMBAYARAN ATAU PEMUNGUTAN PPh ATAS PENGHASILAN PENGALIHAN HAK TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
1. Orang pribadi yang memiliki penghasilan di bawah PTKP yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah penghasilan bruto kurang dari Rp 60.000.000,00.
2. Orang pribadi yang menerima prnghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah.
3. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan ara hibah.
4. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan hibah.
5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.

 Dasar Penghitungan Pajak
Besarnya nilai pengalihan hak sebagai dasar perhitungan besarnya Pajak Penghasilan adalah nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan NJOP sebagaimana dimaksud dalam UU No 12 tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah dengan UU No 12 Tahun 1994.
 Sifat Pengenaan Pajak
1. Pembayaran pajak penghasilan sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan, atau yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan bersifat final.
2. Pembayaran PPh sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan kurang dari Rp 60.000.000,00 yang jumlah penghasilannya melebihi PTKP bersifat final.
3. Pembayaran PPh sehubungan penghasilan yang diterima WP badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan adalah bersifat tidak final.
 Pemungutan Pajak Penghasilan
1. Pemungutan PPh yang terutang dikaitkan dengan penandatanganan akta pengalihan hak oleh Notaris PPAT/ Pejabat yang berwenang.
2. Atas pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp 60.000.000,00 dan dilakukan oleh pribadi yang penghasilannya melebihi PTKP, pembayaran PPh yang terutang sebesar 5% bersifat final.
 Pengalihan Hak Berdasarkan Keputusan Lelang
1. Atas Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan berdasarkan Keputusan Lelang harus dibayar PPh sebesar 5% dari nilai menurut risalah lelang tanpa memperhatikan NJOP tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan.
2. Kepala Kantor Lelang Negara wajib memotong dan menyetor PPh yang terutang.
3. Terhadap penjualan lelang beberapa bidang tanah dan/atau bangunan milik orang pribadi yang seluruhnya berjumlah Rp 60.000.000,00, lebih atau kurang dari Rp 60.000.000,00 tetap wajib melunasi PPh.
4. Penyetoran atau Pemotongan PPh dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro, sebelum risalah lelang ditandatangani.
5. Kantor Lelang Negara wajib melampirkan SSP lembar ke-5 pada risalah lelang.
6. Kantor Lelang Negara wajib menyampaikan laporan bulanan tentang pengalihan hak berdasarkan lelang kepada Kepala KKP dan kepada Kepala KPPBB setempat selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah risalah lelang ditandatangani, dilampiri dengan lembar ke-3 SSP.
 Ketentuan Khusus
1. Sewa dengan hak opsi
2. Seal and lease back
3. Penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha
4. Bangun Guna Serah
5. Tanah dan/atau bangunan milik pemerintah
 Surat Keterangan Bebas
SKB adalah Surat Keterangan Bebas Pajak atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/ atau Bangunan, yang tata caranya sebagai berikut:
1. Permohonan untuk memperoleh SKB diajukan secara tertulis oleh orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ke KKP tempat pemohon bertempat tinggal.
2. Dalam hal memperoleh SKB karena warisan, permohonan diajukan oleh ahli waris.
3. Permohonan diajukan oleh: a. Orang pribadi
b. Orang pribadi atau badan
c. Ahli waris
4. Kepala KKP wajib memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 3 hari kerja sejak SKB dimaksud.

PERSEWAAN TANAH DAN/ ATAU BANGUNGAN
 Dasar Hukum
Peraturan pemerintah nomor 29 Tahun 1996 Tanggal 18 april 1996 dan KMK Nomor 394/KMK.04/1996 Tanggal 5 Juni 1996 yang mengatur masalah pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah nomor 5 Tahun 2002 Tanggal 23 Maret 2002 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.
 Tarif Pajak
1. Besarnya tarif Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan , ditetapkan sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final. Ketentuan mulai berlaku tanggal 1 Mei 2002.
2. Dalam hal kontrak atau perjanjian ewa ditandatangani sebelum bulan Mei 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan dikenakan tariff sebesar 6% dari jumlah bruto nilai persewaan.
3. Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani sebelum bulan mei 2002, tetapi pelaksanaannya setelah bulan April 2002, maka atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan dikenakan pajak dengan tariff 10% dari jumlah bruto nilai persewaan.
4. Kontrak atau perjanjian yang ditandatangani dan pelaksanaannya setelah bulan April 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan dikenakan pajak dengan tariff 10% dari jumlahbruto nilai persewaan.
Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan sesuai keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomer 227/Pj./2002, adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya pemeliharaan, biaya keamanan dan biaya service charge.
 Pembayaran PPh Pasal 25
Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan dapat diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak yang tidak atau semata-mata usahanya bergerak di bidang usaha persewaan tanah dan/atau bangunan. Khusus bagi Wajib Pajak yang semata-mata bergerak di bidang dimaksud tidak diwajibkan membayar PPh pasal 25.
 Cara Pelunasan Pajak
1. Pemotongan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah Badan Pemerintah, Subjek Pajak, Badan Dalam Negeri, Penyelengga Kegiatan, Badan Usaha Tetap, Kerja SamaOperasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Penyetoran sendiri oleh yang menyewakan dlam hal penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak selain tersebut butir 1 di atas.
Pengertian penyewa yang bertindak sebagai Pemotong Pajak adalah:
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak Badan Dalam Negeri
3. Penyelenggara Kegiatan
4. Bentuk Usaha Tetap
5. Kerja Sama Operasi
6. Perwakilan Perusahaan luar negeri lainnya dan
7. Orang Pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK
 Dasar Hukum
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 Tanggal 23 Desember 1994 dan KMK Nomor 282/KMK.04/1997 Tanggal 20 Juni 1997 yang mengatur masalah pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari transaksi penjualan saham di bursa efek.
 Tarif Pajak
1. Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham, baik untuk saham biasa maupun saham pendiri.
2. Khusus untuk transaksi penjualan saham pendiri, terhadap pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan Sebesar 0,5% dari nilai jual saham.

Nilai jual saham dimaksud ditetapkan sebagai berikut:
a. Bagi perusahaan yang telah menjual sahamnya di bursa efek sebelum tanggal 1 Januari 1997, nilai jual saham ditetapkan sebesar nilai saham pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996 (30 Desember 1996)
b. Apabila saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek pada atau setelah 1 Januari 1997, nilai jual saham tersebut ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdanan.Bagi Wajib Pajak pemilik saham pendiri tidak memilih untuk dikenakan tarif final sebesar 0,5%.
 Pengenaan Pajak
Pengenaan Pajak Penghasilan sebesar 0,1% untuk setiap transaksi penjualan saham, dilakukan dengan cara pemotongan oleh penyelenggara bursa efek melalui perantara pedagang efek pada saat pelunasan transaksi penjualan saham. Adapun tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5% dikenakan terhadap pemilik saham pendiri dan penyetorannya dilakukan oleh emiten atas nama pemilik saham pendiri.
 Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
1. Pemotongan Pajak Penghasilan oleh penyelenggara bursa efek dilakukan melalui perantara pedagang efek pada saat pelunasan transaksi penjualan saham.
2. Penyelenggara bursa efek wajib menyetor Pajak Penghasilan tersebut ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi penjualan saham. Sebagai ontoh, untuk transaksi penjualan saham yang terjadi selama bulan September 1997, Pajak Penghasilan yang telah dipotong oleh Penyelenggara bursa efek harus disetorkan selambat-lambatnya 20 Oktober 1997.
3. Penyelenggara bursa efek wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 25 bulan yang sama dengan bulan penyetoran.

Tata cara penyetoran dan pelaporan tambahan PPh yang terutang atas saham pendiri sebesar 0,5%, dilakukan sebagai berikut:
a. Sebelum penjualan saham pendiri, selambat-lambatnya tanggal 29 November 1997 apabila saham tersebut telah diperdagangkan di bursa efek sebelum tanggal 29 Mei 1997
b. Sebelum Penjualan saham pendiri, selambat-lambatnya satu bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa efek, apabila saham tersebut baru diperdagangkan di bursa efek pada atau setelah tanggal 29 Mei 1997.

JASA KONSTRUKSI
 Dasar Hukum
Pengenaan PPh final atas Jasa Konstruksi didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tanggal 20 Juli 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari usaha jasa konstruksi, uang selanjutnya diikutidengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 Tanggal 4 Juni 2009 sebagai perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE05/PJ03/2008 Tanggal 22 Agustus 2008.
 Tarif Pajak dan Sifat Pengenaannya
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang dan harus dipotong oleh pengguna jasa atau disetor sendiri oleh Wajib Pajak penyedia jasa yang bersangkutan dalam hal penguna jasa buan merupakan pemotong pajak, atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang pengenaannya bersifat final ditetapkan:
1. 2 % untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil yaitu “stratifikasi” yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh lembaga pengembangan jasa konstruksi
2. 4% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha
3. 3% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 yaitu antara lain penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha menengah atau kualifikasi usaha besar
4. 4% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha
5. 6% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.


1 komentar:

Unknown mengatakan...

kalo judul tolong font size nya di gedein dong. susah nih bacanya -_-

Posting Komentar

tianahalawa. Diberdayakan oleh Blogger.