Minggu, 28 Oktober 2012

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


Pajak penghasilan adalah:
• Pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan dengan kegiatan yang dilakukan oleh WPOPDN.
• Dipotong/ disetor oleh pemotong pajak (pemberi kerja, bendaharawan, dana pensiunan, badan dll)

Dasar hukum
• Pasal 21 UU PPh
• Pasal 26 UU PPh
• Peraturan Jenderal Pajak No Per 31/Pj./2009
• Peraturan pemerintah No. 68 tahun 2009
• UU No. 36 tahun 2008

Wajib pajak dilakukan oleh:
• Pemberi kerja (CV, PT, dll)
• Bendaharawan/ pemegang kas pemerintah
• Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja.
• Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/ pekerja bebas seperti (orang pribadi dengan status SPDN, orang pribadi dengan status SPLN, peserta pendidikan, pelatihan, magang)
• Penyelenggara kegiatan
• Kantor perwakilan negara asing
• Organisasi internasional (IMF, ILO, UNICEF, dll)
• Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha.

• Kewajiban pemotong pajak
• Mendaftarkan diri
• Kewajiban menghitung, memotong dan menyetorkan
• Pemotong harus memberikan bukti pemotongan setiap kali melakukan pemotongan PPh pasal 21

Tarif PPH pasal 21 bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP:
• Telah di tentukan di dalam pasal 17 ayat 1 yaitu uu pajak penghasilan.
Tarif PPh pasal 21 bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP
• Lebih tinggi 20 % daripada tarif pajak yang ditetapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP.

Contoh :
Penghasilan kena pajak sebesar Rp 75.000.000,00.
• pajak yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 25.000.000,00 = Rp 3.750.000,00
Jumlah = Rp 6.250.000,00

• Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP adalah:
5% x 120% x Rp 50.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
15% x 120% x Rp 25.000.000,00 = Rp 4.500.000,00
Jumlah = Rp 7.500.000,00

Selisih pembayarannya sebesar Rp 1.250.000,00

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
• Pegawai
• Penerima uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua
• Peserta kegiatan
• Peserta perlombaan, peserta pendidikan, peserta rapat, konferensi, anggota dalam kepanitiaan, dll
• Bukan pegawai
• Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas (notaris, pengacara, dokter, arsitek, aktuaris)
• Pemain musik
• Olahragawan, penasehat, pengajar, pengarang, pemberi jasa, agen iklan, multilevel marketing , pengawas / pengelolah proyek, pembawa pesanan, petugas dinas diluar asuransi


yang tidak termasuk penerima PPh 21
• Pejabat perwakilan konsultan
• Pejabat perwakilan organisasi internasional

Penghasilan yang dipotong PPh 21
• Penghasilan pegawai tetap
• Penghasilan Penerima pensiun
• Penghasilan sehubungan dengan PHK atau pesangon
• Penghasilan tenaga kerja lepas
• Imbalan kepada bukan pegawai
• Imbalan kepada peserta kegiatan

Penghasilan yang tidak dipotong PPh 21
• Pembayaran manfaat/ santunan dari perusahaan asuransi
• Penerima dalam bentuk natura yang diberikan oleh Wajib Pajak
• Iuran pensiun
• Zakat yang diterima oleh pribadi yang berhak
• beasiswa
• Penjabat negara
• PNS
• Anggota TNI
• Anggota Kepolisian
• Dan para pensiunan

Tata cara menghitung PPh 21
• Pegawai tetap
• penghasilan bruto – biaya jabatan – PTKP = PKP
Contoh
Rachmat sebagai pegawai tetap pada PT Bella Nusa Utama di Jakarta pada tahun 2009 menerima gaji sebulan sebesar Rp 3.000.000,00 dan membayar iuran pensiun Rp 100.000,00. Rachmat telah menikah tetapi belum mempunyai anak dan telah ber NPWP.
Gaji sebulan Rp 3.000.000,00
Pengurangan :
1. Biaya jabatan 5% x Rp 3.000.000,00 Rp 150.000,00
2. Iuran pensiun Rp 100.000,00
Rp 250.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 2.750.000,00
Penghasilan Neto setahun sebesar 12 x Rp 2.750.000,00 Rp 33.000.000,00
PTKP ( K/0 ) setahun
Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
Tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Rp 17.160.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 15.840.000,00

PPh Pasal 21 Terutang/ tahun 5% x Rp 15.840.000,00 = Rp 792.000,00
PPh pasal 21 sebulan 1/12 x Rp 792.000,00 = Rp 66.000,00

• Tenaga kerja lepas
• Jika penghasilan sehari belum melebihi Rp 150.000,00 maka tidak dilakukan pemotongan.
• Ketentuan di atas tidak berlaku dalam hal penghasilan bruto jumlahnya melebilhi Rp 1.320.000 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) sebulan.
• Jika melebihi Rp 150.000,00 penghasilan rata-rata sehari maka dilakukan pemotongan dan Rp 150.000,00 merupakan jumlah yang dikurangkan dari pendapatan bruto.
Contoh: Arifin dengan status belum menikah. pada bulan Januari 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Jaya Makmur. Ia bekerja selama 8 hari dan menerima upah harian sebesar Rp 150.000.
Jawab:
Upah sehari Rp 150.000
Dikurangi
upah harian tdk dilakukan pemot. PPh Rp 150.000
Penghasilan Kena Pajak Sehari Rp 0
PPh Psl 21 dipotong atas Upah Sehari : Rp 0

Sampai dengan hari ke-8, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp 1.320.000, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong.

KETENTUAN KHUSUS PEMOTONGAN PPh PASAL 21
Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER 31/Pj./2009 Pasal 18 menyatakan Pengenaan PPh pasal 21 bagi pegawai atas uang pesangon, uang manfaat pension, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan secara sekaligus diatur berdasarkan ketentuan yang ditetapkan khusus.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON,UANG MANFAAT PENSIUN,TUNJANGAN HARI TUA , DAN JAMINAN HARI TUA YANG DIABAYARKAN SEKALIGUS.
Dengan berlakunya peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 tahun 2009 tentang tarif pajak pen ghasilan pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon,uang manfaat pension,Tunjangan hari Tua,dan jaminan hari Tua yang dibayarkan sekaligus berlaku pada tanggal 16 November 2009,ketentuan lama yaitu Peraturan pemerintah Nomor 149 Tahun 2000 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Beberapa batasan yang termuat dalam peraturan dimaksud meliputi :
1. Pegawai adalah orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pension, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus.
2. Uang pesangon adalah penghasilana yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk pengelola Dana pesangon tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
3. Uang manfaat pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun sekaligus sesuai ketentuan peraturan perundangan –undangan dibidang dana pensiun oleh dana pensiun pemberi kerja
4. Tunjangan hari tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.
5. Jaminan hari tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
6. Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja adalah badan yang ditunjuk oleh pemberi kerja untuk mengelola uang pesangon yang selanjutnya membayarkan uang pesangon tersebut kepada pegawai dari pemberi kerja pada saat berakhirnya masa kerja.
7. Pemotong pajak adalah pemberi kerja, pengelola dana pesangon tenaga kerja, dana pensuin pemberi kerja, atau dana pensiun lembaga keuangan, badan penyelenggara kerja, jaminan social tenaga kerja, dan badan lain yang membayar uang pesangon , uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua.

OBJEK, TATA CARA PEMOTONGAN, DAN SIFAT PEMOTONGAN
Sebagai pelaksanaan di perusahaan dengan mempertimbangkan keuangan, pembayaran uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang seharusnya dibayar sekaligus dapat pula dilakukan dalam beberapa kali pembayaran sepanjang dilakukan dalam waktu 2 tahun kalender dianggap sebagai pembayaran sekaligus dan dihitung sebagai satu kesatuan untuk pengenaan pajak.
Dalam hal terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun – tahun berikutnya pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menetapkan tarif pajak Pasal 17 ayat ( 1) huruf “a” undang – undang pajak penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan.
Pembayaran uang pesangon kepada pegawai dapat dilakukan secara langsung dewngan pemberi kerja .bila pemberi kerja mengalihkan uang pesangon secara sekaligus kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja, maka pegawai dianggap telah menerima hak atas uang pesangon.

Tarif PPh Pasal 21 yang digunakan
• WP yang menerima penghasilan berupa uang Pesangon ditetapkan tarif PPh Pasal 21` sebagai berikut:

PPh Pasal 21 atas bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya pemotongan PPh Pasal 21 tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak.Pemberlakuan ketentuan dimaksud yaitu berlaku ketentuan pasal 21 ayat ( 5 ) undang – undang pajak penghasilan.

Dari contoh perhitungan yang menghasilkan PPh pasal 21 sebesar Rp 2.500.000,00 bila ternyata wajip pajak tidak memiliki NPWP, maka besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong 120% x5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
a sebesar 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00
b. sebesar 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 100.000.000,00
c sebesar 15% atas penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00
d sebesar 25% atas penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000,00

2. WP yang menerima penghasilan berupa uang manfaat pensiun,Tunjangan Hari Tua,atau jaminan hari tua ditetapkan sebagai berikut :
a. Sebesar 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00
b Sebesar 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00
Pembayaran uang pesangon umumnya dikaitkan dengan masa kerja dan besarnya upah atau penghasilan yang diterima setiap bulan, maka tarif penghasilan Pasal 21 yang dikenai bersifat progresif.
Namun untuk memberikan keadilan,kemudahan,dan kepastian hokum bagi pegawai yang menerimanya,lapisan tarif progresif yang berlakukan berbeda dengan lapisan tarif yang ditentukan dalam pasal 17 ayat ( 1 ) huruf “a” undang –undang pajak penghasilan.



Contoh :
Tn.Amir menerima uang pesangon dari PT amarta sebesar Rp 175.000.000,00 perhitungan PPh Pasal 21 atas uang pesangon :
Penghasilan bruto Rp 175.000.000,00
Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang :
0% x Rp 50.000.000,00 =Rp 0,00
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15%x Rp 75.000.000,00 = Rp 11.250.000,00
Total Rp 13.750.000,00
Dalam hal pembayaran uang pesangon dalam contoh tersebut dilakukan dalam beberapa kali pembayaran, yaitu :
a Bulan Desember 2009 Rp 50.000.000,00
b Bulan April 2010 Rp 125.000.000,00
Jumlah Rp 175.000.000,00
Perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan pasal 21 didasrkan pada jumlah pembayaran sebagai satu kesatuan,yaitu sebesar Rp 175.000.000,00
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong :
Bulan Desember 2009 :
Jumlah penghasilan bruto Rp 50.000.000,00
Pajak penghasilan Pasal 21 Terutang :
0% x Rp 50.000.000,00 = Rp 0,00
Bulan april 2010 :
Jumlah penghasilan Bruto Rp 125.000.000,00
Pajak penghasilan pasal 21 Terutang :
5% x Rp 50.000.000,00 = RP 2.500.000,00
15% xRp 75.000.000,00 = Rp 11.250.000,00
Total =Rp 13.750.000,00
Jumlah seluruh pajak penghasilan pasal 21 yang di potong :
Rp 0,00 + Rp 13.750.000,00 = Rp 13.750.000,00
Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21 bagi pemotong

Sebagai kewajiban bagi pemotong PPh Pasal 21 meliputi :
1. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan pajak penghasilan pasal 21 yang terutang atas uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua
2. Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan pajak penghasilan pasal 21 bai diminta maupun tidak pada sat dilakukanya pemotongan pajak kepada pegawai yang berhak menerima uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua.
3. Pemotongan pajak penghasilan pasal 21 atas uang pesangon dilakukan oleh pengelola dana pesangon tenaga kerja pada saat pembayaran uang pesangon kepada pegawai

Ketentuan Peralihan
Ketentuan peraturan pemerintah nomor 149 tahun 2000 tentang pemotongan pajak penghasilan pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

Pemotongan PPh pasal 21 atas dana pensiun yang dialihkan kepada perusahaan Asuransi jiwa dengan cara membeli Anuitas seumur hidup
Masalah pemotongan PPh Pasal 21 atas dana pensiun yang dialihkan kepada perusahaan asuransi jiwa yang telah mendapat izin dari menteri keuangan yang dipilih oleh peserta atau pihak yang berhak atas manfaat pensiun sesuai surat Edaran Direktur jendral Pajak Nomor SE 35/Pj.43/1999 tanggal 24 agustus 1999.Pengaturan tersebut meliputi :
1. Pasal 30 ayat ( 6) dan ayat ( 7) Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang dana pensiun disebutkan bahwa tanggug jawab pembayaran pensiun dapat dialihkan dari pengelola dana pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara member aunitas seumur hidup
2. pembayaran pensiunan dapat dilakukan secara berkala maupun sekaligus
3 sesuai keputusan Direktur Jendral pajak tentang petunjuk pemotongan pph pasal 21 dan pasal 26 bahwa yang dipotong Pph pasal 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur antara lain berupa uang pensiun.

Uang Lembur
Pemotongan Pph Pasal 21 atas uang lembur dan penghasilan lain sejenis yang diterima atau diperoleh pegawai bersamaan dengan gaji bulannya, yaitu dihitung dengan cara menggabungkan penghasilan lain tersebut pada gaji bulannya.
Uang Rapel
• Apabila kepada pegawai disamping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yang berlaku surat ( Rapel),misalnya untuk masa 5 bulan,maka penghitungan PPh pasal 21 atas rapel tersebut sebagai berikut :
a Rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut 5 bulan;
b Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh pasal 21
c PPh pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung ke bali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan
d PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalah selisih antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong berdasarkan huruf b.
• Apabila kepada pegawai disanping dibayar gaji yang didasrkan masa gaji kurang dari satu bulan juga dibayar gaji lain mengenai masa yang lebih lama dari satu bulan (rapel) seperti tersebut diatas maka cara perhitungan PPk pasal 21 adalah sesuai dengan yang telah ditetapkan.


Penghasilan karyawati
Aturan penetapan besarnya penghasilan karyawati yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak:
• Dalam hal karyawati kawin dan suami menerimah penghasilan, PTKP yang dikurangkan adalah untuk dirinya sendiri yaitu sebesar Rp. 15.840.000,- setahun.
• Bagi karyawati yang menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat (kecamatan) bahwa suaminya tidak menerimah penghasilan, diberikan tambahan PTKP sebesar RP. 1.320.000,- setahun atau 110.000 sebulan. Dan ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang masing-masing sebesar Rp. 1.320.000,- setahun dan Rp.110.000,- sebulan.
• Pada karyawati tidak kawin pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri, sebesar Rp.15.840.000,- setahun, ditambah dengan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya oaling banyak tiga orang masing-masing sebesar Rp.1.320.000,-.

PENGHASILAN PESERTA PROGRAM PENSIUN YANG MASIH BERSTATUS PEGAWAI YANG MENARIK DANA PENSIUN.

• Penghasilan yang sebagian atau seluruhnya diperoleh dalam mata uang asing
• PPH pasal 21 seluruh atau sebagian ditanggung oleh pemberi kerja
• Tunjangan pajak
• Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya

PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI BUKAN PEGAWAI SELAIN TENAGA AHLI ATAS IMBALAN BERSIFAT BERKESINAMBUNGAN

Pengambilan dana pensiun oleh perseta pensiun yang dibayarkan oleh penyelenggara program pensiun
• Tarif yang diterapkan adalah tarif pasal 17 UU PPH
• Cara penghitungan tarif pasal 17 UU PPH kalikan dengan penghasilan bruto berupa penerimaan dana pensiun
• Apabila penarikan dana pensiun tersebut dilakukan beberapa kali dalam satu tahun tagwim, pemotongan PPH pasal 21 yang terutang dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
• Tarif 5% diterapkan atas jumlah penarikan kumulatif sampai dengan Rp.25.000.000,-
• Tarif 10% diterapkan atas jumlah penarikan kumulatif diatas Rp.25.000.000- Rp.50.000.000,-
• Tarif 15% diterapkan atas jumlah penarikan kumulatif diatas Rp.50.000.000,- sampai Rp.100.000.000,-
• Tarif 25% diterapkan atas penarikan kumulatif diatas 100.000.000 sampai 200.000.000.
• Tarif 35% diterapakan atas jumlah penarikan kumulatif diatas Rp.200.000.000.

PENGITUNGAN PPh PASAL 21

Sebagai bagian yang perlu dipedomani dalam rangka penghitungan PPh pasal 21 yaitu:
• Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya menerimah penghasilan dari pemotong pajak yang bersangkutan. PPh pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf “a” UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak. Besarnya penghasilan kena pajak adalah sebesar penghasilan
• Bagi yang tidak memiliki NPWP atau menerima pemhasilan dari selain pemotong pajak yang bersangkutan.PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tariff Pasal 17 ayat ( 1 ) huruf “a” undang-undang PPh atas jumlah kumulatif penghasilan bruto dalam tahun klender bersangkutan.

Penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai Tetap
Penghasilan Pegawai tetap dengan Gaji Bulanan
• Racmat sebagai pegawai tetap pada PT Bella Nusa Utama di Jakarta pada tahun 2009 menerima gaji sebulan sebesar Rp 3.000.000,00 dan membayar iuran pensiun Rp 100.000,00.Rachmat telah menikah tetapi belum mempunyai anak dan telah ber NPWP.
Penghitungan PPh Pasal 21 sbb :
Gaji sebulan Rp 3.000.000,00
Pengurangan :
1.biaya jabatan
5% x Rp 3.000.000,00 Rp 150.000,00
2.Iuran pensiun Rp 100.000,00
Rp 250.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 2.750.000,00
Penghasilan Neto setahun sebesar
12 x Rp 2.750.000,00 Rp 33.000.000,00
PTKP ( K/0 ) setahun
• Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
• Tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Rp 17.160.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 15.840.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% x Rp 15.840.000,00 = Rp 792.000,00
PPh pasal 21 sebulan
1/12 x Rp 792.000,00 = Rp 66.000,00


Pegawai Tetap Menerima Pembayaran Uang Rapel
Rakhmat sebagaimana tersebut dalam contoh sebelumnya ternyata pada bulan Juni 2009 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp. 3.500.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2009. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Rakhmat menerima rapel sejumlah Rp. 5.000.000,00 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d Mei 2009). Untuk menhitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tersebut,terlebih dahulu di hitung kembali PPh Pasal 21 untuk masa Januari s.d Mei 2009 atas dasar penghasilan setelah ada kenaikan gaji .
Penghitungan Pasal 21 terutangnya sebagai berikut:
Gaji Rp. 3.500.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan :
5% x Rp. 3.500.000,00 Rp. 175.000,00
Iuran pensiun Rp. 100.000,00
Rp. 275.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp. 3.225.000,00
Penghasilan Neto setahun
12 x Rp. 3.225.000,00 Rp. 38.700.000,00
PTKP (K/0)
• Untuk Wajib Pajak Rp. 15.840.000,00
• Tambahan Karena Menikah Rp. 1.320.000,00
Rp. 17.160.000,00
Penghasilan kena pajak Rp. 21.540.000,00
PPh Pasal 21 Terutang setahun
5% x Rp. 21.540.000,00 = Rp. 1.077.000,00
PPh Pasal 21 Terutang sebulan
1/12 x Rp. 1.077.000,00 = Rp. 89.750.00
PPh Pasal 21 Januari s.d Mei 2009 seharusnya
5 x Rp. 89.750,00 = Rp. 448.750,00
PPh pasal 21 yang telah di potong Januari
s.d Mei 2009
5 x Rp. 66.000,00 (dari perhitungan Contoh 1.1) = Rp. 330.000,00
PPh Pasal 21 Terutang untuk uang rapel Rp. 118.000,00

Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 terhadap penghasilan Berupa : Jasa, Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Tunjangan Hari Raya atau Tahun Bru, Bonus, Premi, danPenghasilan Sejenis Lainnya yang Sifatnya Tidak Tetap dan pada Umumnya Diberikan Sekali dalam Setahun.
• Hadori status belum menikah yang telah memiliki NPWP bekerja pada PT. Jaya dengan memperoleh gaji sebesar Rp.2000.000,00 sebulan . dalam tahun yang bersangkutan Hadori menerima bonus sebesar Rp.5.000.000,00. setiap bulannya Hadori membayar pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah di sahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp.60.000,00.

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus:
1.a PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus (penghasilan setahun)
Gaji setahun (12 x Rp.2.000.000,00) Rp. 24.000.000,00
Bonus Rp. 5.000.000,00
Penghasilan bruto setahun Rp. 29.000.000,00

Pengurangan:
• Biaya jabatan:
5% x Rp.29.000.000,00 = Rp. 1.450.000,00
• Iuaran pensiun setahun
12 x Rp.60.000,00 = Rp 720.000,00
Rp. 2.170.000,00
Penghasilan Neto setahun Rp. 26.830.000,00
PTKP (TK/0)
• Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp. 10.990.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% x Rp.10.990.000,00 = Rp. 540.000.,00

1.c PPh Pasal 21 Terutang atas bonus
PPh Pasal 21 atas bonus:
Rp. 549.500,00 - Rp. 312.000,00 = Rp. 237.500,00.

• Karyawati Lestari berstatus belum menikah telah memiliki NPWP bekerja pada PT. Kedaton dengan memperoleh gaji sebesar Rp.2.750.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program Jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematian dan Iuran Jaminan Hari Tua dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1% , 0,3% , dan 3,7% dari gaji. Lestari membayar iuaran pensiun Rp.50.000,00 dan iuran Jminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji untuk setiap bulan. Dalam tahun berjalan Lestari juga menerima bonus sebesar Rp.4.000.000,00
PPh Pasal 21 Terutang atas Gaji Setahun
Gaji setahun (12 x Rp.2.750.000,00) Rp. 33.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
12 x Rp.27.500,00 Rp. 330.000,00
Premi Jaminan Kematian
12 x Rp.8.250,00 Rp. 99.000,00
Jumlah Rp. 33.429.000,00

Pengurangan :
• Biaya jabatan :
5% x Rp. 33.429.000,00 = Rp. 1.671.450,00
• Iuran pensiun setahun
12 x Rp.500.000,00 = Rp. 600.000,00
• Iuran Jaminan Hari Tua
12 x Rp.55.000,00 = Rp. 660.000,00
Jumlah Rp. 2.931.450.,00

Penghasilan Neto setahun Rp. 30.497.000,00
PTKP (TK/0)
• Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp. 14.657.550,00
Pembulatan Rp. 14.657.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% x Rp.14.657.000,00 = Rp.732.850,00

Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai yang dipindah tugaskan dalamTahun Berjalan

Pada saat pegawai di pindah tugaskan, pegawai yang bersangkutan tidak berhenti bekerja dari perusahaan tempat bekerja dan masih tetap bekerja pada perusahaan yang sama tetapi hanya berubah lokasi kerjanya saja. Dengan demikian dalam perhitungan PPh Pasal 21 tetap menggunakan dasar penghitungan selama setahun.

Romansyah yang berstatus belum menikah yaitu pegawai pada PT. NUSANTARA di Jakarta. Sejak 1 Juni 2009 di pindah tugaskan ke kantor cabang di Bandung. Gaji Romansyah sebesar Rp.3.500.000,00 dan pembayaran iuran pensiun yang dibayar sendiri sebulan sejumlah Rp.100.000,00
Penghitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:


Kantor Cabang Bandung
• Penghasilan Neto di Bandung

Gaji Juni s.d September 2009:
4 x Rp.3.500.000,00 Rp. 14.000.000,00
Pengurangan :
• Biaya jabatan:
5% x Rp.14.000.000,00 = Rp.700.000,00
• Iuran pensiun
4 x Rp.100.000,00 = Rp.400.000,00
Rp. 1.100.000,00
Penghasilan Neto di Bandung Rp. 12.900.000,00

• Penghasilan Neto di Jakarta Rp. 16.125.000,00
Jumlah penghasilan neto 9 bulan Rp. 29.025.000,00
Penghasilan Neto di setahunkan:
12/9 x Rp.29.025.000,00 = Rp. 38.700.000,00
PTKP (TK/0) setahun
• Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000,00
Penghasilan Kena Pajak di Setahunkan Rp. 22.860.000,00
PPh Pasal 21 Terutang disetahunkan
5% x Rp.22.860.000,00 = Rp. 1.143.000,00
PPh Pasal 21 Terutang sebulan
1/12 x Rp.1.143.000,00 = Rp. 95.000,00
PPh Pasal 21 Terutang yang harus dipotong untuk masa
Januari s.d September 2009 adalah:
9/12 x Rp.1.143.000,00 = Rp. 857.000,00
PPh Pasal 21 Terutang di Jakarta
Sesuai dengan Form. 1721 – A1 Rp. 476.000,00
PPh Pasal 21 yang telah di potong di Bandung
Masa Juni s.d September 2009:
4 x Rp.95.250 = Rp. 381.000,00
PPh Pasal 21 kurang (lebih) di potong N I H I L


Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai yang Berhenti Bekerja dalam Tahun Berjalan
Pegawai Berhenti pada Tahun Berjalan
Pegawai yang Masih Memilki Kewajiban Pajak Subjektif Berhenti Bekerja pada Tahun Berjalan
Mardiasmo yang berstatus belum menikah yang tekah ber-NPWP sebagai pegawai pada PT.Utama di Yogyakarta. Sejak 1 Oktober 2009, yang bersangkutan berhenti bekerja di PT.Utama. gaji Mardiasmo setiap bulan sebesar Rp.3.500.000,00 dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan sejumlah Rp.100.000,00 setiap bulan.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang di potong setiap bulan :
Gaji sebulan Rp. 3.500.000,00
Pengurangan :
• Biaya jabatan
5% x Rp. 3.500.000,00 = Rp. 175.000,00
• Iuran pensiun = Rp. 100.000,00
Rp. 275.000,00
Penghasilan Neto Rp. 3.225.000,00
Penghasilan Neto Setahun
12 xRp.3.225.000,00 = Rp. 38.700.000,00
PTKP (TK/0) SETAHUN
• Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000,00
Penghasilah Kena Pajak Rp. 22.860.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% x Rp.22.860.000,00 = Rp. 1.143.000,00
PPh Pasal 21 yang harus di potong sebulan:
1/12 xRp. 1.143.000,00 = Rp. 95.250,00


Penghitungan kembali PPh Pasal 21 Terutang pada saat pegawai yang bersangkutan berhenti dan meninggalkan Indonesia untuk selamanya-lamanya, yang di cantumkan dalam Form 1721 A1:
Meyers (K/3) warga Negara Belanda mulai bekerja Mei 2004 dan berhenti bekerja sejak 1 Juni 2009 dan meninggalkan Indonesia ke Negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak subjektif). Selama tahun 2009 menerima gaji per bulsn sebesar Rp.15.000.000,00dan pada bulan April 2009 menerima bonus sebesar Rp.20.000.000.
Gaji selama 5 bulan
(5 x Rp. 15.000.000,00) Rp. 75.000.000,00
Bonus Rp. 20.000.000,00
Jumlah seluruh penghasilan selama 5 bulan Rp. 95.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan:
5% x Rp. 95.000.000,00 = Rp. 4.750.000,00
Maksimum di perkenankan
5 x Rp.500.000 = Rp. 2.500.000,00
Penghasilan Neto selama 5 bulan Rp. 92.500.000,00
jumlah seluruh penghasilan neto disetahunkan
12/5 x Rp. 92.500.000,00 Rp. 222.000.000,00
PTKP (K/3) setahun
• Untuk Wajib Pajak Rp. 15.840.000,00
• Tambahan WP Kawin Rp. 1.320.000,00
• Tambahan 3 orang anak
(3 x Rp.1.320.000,00) Rp. 3.960.000,00
Rp. 21.120.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp. 200.880.000,00
PPh Pasal 21 Terutang atas gaji setahun dan bonus :
5%x Rp. 50.000.000,00 Rp. 2.500.000,00
15% x Rp. 150.880.000,00 Rp. 22.632.000,00
Rp. 25.132.000,00
PPh Pasal 21 Terutang atas gaji penghasilan 5 bulan :
5/12 x Rp. 25.132.000,00 = Rp. 10.471.667,00
PPh Pasal 21 telah di potong sampai dengan
Bulan April 2009 atas gaji dan bonus:
(4 x Rp. 1.494.333,00) + Rp. 3.000.000,00 = Rp. 8.977.333,00
PPh Pasal 21 Terutang yang harus di potong
Untuk bulan Mei 2009 Rp. 1.494.333,00

Cara penghitungan PPh Pasal 21 tersebut berlaku juga bagi pegawai yang kehilangan kewajiban subjektifnya pada tahun berjalan karena Wajib Pajak meninggal dunia .

Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang sebagian atau Seluruhnya Diperoleh dalam Mata Uang Asing

Nelson adalah seorang karyawan memperoleh gaji pada bulan Januari 2009 dalam mata uang asing sebesar US$2.000 sebulan . kurs yang berlaku untuk bulan Januari 2009 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan adalah Rp.11.250,00 per US$1,00. Nelson berstatus menikah dengan 1 anak.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji sebagai berikut:
Gaji sebulan
US$2.000 x RP. 11.250,00 Rp. 22.500.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan :
5% x Rp.22.500,000,00 = Rp. 1.1250.000,00
Maksimum di perkenankan Rp. 500.000,00
penghasilan Neto sebulan Rp. 22.000.000,00
penghasilan Neto setahun
12 x Rp.22.000.000 Rp. 264.000.000,00
PTKP (K/1) setahun
• Untuk WP sendiri Rp.15.840.000,00
• Tambahan karena menikah Rp. 1.320.000,00
• Tambahan untuk 1 orang anak Rp. 1.320.000,00
Rp. 18.480.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp. 245.520.000,00
PPh Pasal 21 Terutang setahun
5% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
15% x Rp. 195.520.000,00 = Rp. 29.328.000,00
Rp.31.828.000,00
PPh Pasal 21 sebulan
1/12 x Rp. 31.828.000,00 = Rp. 2.652.333,00

Perhitungan PPh Pasal 21 yang Harus Dipotong pada Masa Pajak Terakhir
Masa Pajak terakhir tersebut dimaksudkan yaitu :
a. Bulan Desember untuk Pegawai Tetap yang bekerja sampai dengan akhir tahun kalender;
b. Bulan Terakhir Memperoleh Gaji atau Penghasilan Tetap dan Teratur karena yang bersangkutan berhenti bekerja.
Perhitungan PPh Pasal 21 yang Harga Dipotong pada Bulan Desember
Dalam perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada saat bulan Desember tahun tertentu atau bulan terakhir pada tahun tertentu perlu diperhatikan :
a. Dalam hal penghasila tetap dan teratur setiap bulan sama atau tidak berubah; maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember besarnya sama dengan yang dipotong pada bulan-bulan sebelumnya.
b. Dalam hal besarnya penghasilan tetap dan teratur setiap bulan mengalami perubahan.
Perhitungan PPh Pasal 21 atau Uang Pensiun yang Dibayarkan secara Berkala (Bulanan)
1. Perhitungan PPh Pasal 21 pada Tahun Pertama Dibayarkan Uang Pensiun secara Bulanan
1.1. Perhitungan PPh Pasal 21 Sebelum Pensiun di Tempat Pemberi Kerja
Apabila waktu pensiun telah dapat diketahui dengan pasti pada awal tahun, sebagai contoh berdasarkan ketentuan yang berlaku di tempat pemberi kerja yang dikaitkan dengan usia pegawai yang bersangkutan, maka perhitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan dihitung berdasarkan Penghasilan Kena Pajak yang akan diperoleh dalam periode pegawai yan bersangkutan akan bekerja dalam tahun berjalan sebelum memasuki masa pensiun.
Namun, bila waktu pensiun belum dapat diketahui dengan pasti maka, pada waktu menghitung PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan, didasarkan pada perkiraan penghasilan neto setahun. Bila pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan didasarkan pada penghasilan yang disetahunkan, maka pada saat penghitungan PPh Pasal 21 terutang untuk masa terakhir (saat pensiun atau berhenti bekerja), akan terjadi kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang bersangkutan, yang harus dikembalikan oleh pemotong pajak kepada pegawai yang bersangkutan, karena pada saat perhitungan belum diketahui secara pasti kapan saat pensiun atau berhenti bekerja.
1.2. Perhitungan PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun yang Membayarkan Uang Pensiun Bulanan
Untuk kemudahan dan kesederhanaan bagi pegawai yang pensiun dalam hal yang bersangkutan tidak mempunyai penghasilan selain dari pekerjaan dari satu pemberi kerja dan uang pensiun, maka Dana Pensiun dalam menghitung pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pada tahun pertama pegawai menerima uang pensiun tersebut berdasarkan pada gunggungan penghasilan neto dari pemberi kerja sampai dengan pensiun dan perkiraan uang pensiun yang akan diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan. Agar Dana Pensiun dapat melakukan pemotongan PPh Pasal 21 maka penerima pensiun baru segera menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A/1721 A-2) dari pemberi kerja sebelumnya.
Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 26 Atas Penghasilan Pegawai dengan Status Wajib Pajak Luar Negeri yang Memperoleh Gaji Sebagian atau Seluruhnya Dalam Mata Uang Asing
Pemotongan PPh Pasal 21 terhadap Wajib Pajak Luar Negeri perlu diperhatikan :
a. Dalam hal pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri memperoleh gaji sebagian atau seluruhnya dalam rangka mata uang asing sebelum PPh dihitung terlebih dahulu harus dikonvensi dalam mata uang rupiah.
b. PPh Pasal 26 yang terutang dihitung-hitung berdasarkan jumlah penghasilan bruto, dan tidak boleh diperhitungkan pengurangan-pengurangan seperti biasanya jabatan dan KTP.
Tata Cara Perhitungannya :
William pegawai asing yang berada di Indonesia kurang dar 183 hari. Ia berstatus menikah dan mempunyai 2 orang anak dan memperoleh gaji pada bulan Maret 2009 sebesar US$2.500 sebulan. Kurs Menteri Keuangan pada saat pemotongan sebesar Rp.11.500,00 untuk kurs US$1,00.
Perhitungan PPh Pasal 26 :
Penghasilan bruto berupa gaji sebulan :
US$2.500 x Rp. 11.500,00 = Rp. 28. 750.000,00
PPh Pasal 26 Terutang :
20% x Rp. 28.750.000,00 = Rp. 5.750.000,00

0 komentar:

Posting Komentar

tianahalawa. Diberdayakan oleh Blogger.