Minggu, 28 Oktober 2012

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

PPh 26 dipotong atas;
1. Penghasilan yang diterima atau yang diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia.
2. Penghasilan usaha yang diperoleh melalui BUT di Indonesia.

Undang-undang pajak penghasilan Indonesia menganut dua sistem;
1. Pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang menjankan usaha atau melalui kegiatan melalui suatu BUT di Indonesia
2. Pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak Luar Negeri lainnya.

Dasar hukum pemotongannya bersumber pada pasal 26:
1. Undand-Undang Pajak Penghasilan PP Nomor 51 Tahun 1994
2. Tanggal 29 Desember 1994; KMK Nomor 602/KMK.04/1994
3. Tanggal 21 Desember 1994; KMK Nomor 624/KMK.04/1994
4. Tanggal 27 Desember 1994; KMK Nomor 649/KMK.04/1994
5. Tanggal 29 Desember 1994; KMK Nomor 634/KMK.04/1994
6. Tanggal 29 Desember 1994; Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 173/Pj./2002 Tanggal 3 April 2002.

Subjek Pajak PPh Pasal 26
1. Orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dalam bentuk apa pun.
2. Sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
3. Dari Pemotong PPh Pasal 26 sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
4. Jasa atau kegitan yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun bukan pegawai
5. Penerima pensiun.

Tarif, Objek Pajak, dan Sifat Pengenaanya
Dikelompokkan menjadi 3, yaitu;
1. Sebesar 20% dari jumlah bruto penghasilan yang diterima/ diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri dan bersifat final atas penghasilan berupa;
a. Deviden
b. Bunga (premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan aminan pengembalian utang)
c. Royalt, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan atau kegiatan.
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
h. Keuntungan dengan pembebasan utang.

2. Sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto, dan bersifat final atas penghasilan atas;
a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia kecuali yang diatur dalam pasal 4 ayat 2 yaitu penghasilan yang pengenaan pajaknya di atur dalam peraturan pemerintah seperti : bunga deposito dan tabungan lainnya, pengalihan harta berupa tanah dn atau bangunan, transaksi, saham dan sekuritas lainnya di bursa efek dan penghasilan tertentu lainnya.
b. Premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuaransi luar negeri.
3. Sebesar 20% bersifat final dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia maka tidak dipotong PPh Pasal 26

Contoh:
1. Suatu badan Subjek Pajak Dalam Negeri membayarkan royalti sebesar Rp 100.000.000,00.- kepada Wajib Pajak Luar Negeri, maka Subjek Pajak Dalam Negeri tersebut bekewajiban untuk memotong Pajak Penghasilan sebesar:
20% x Rp 100.000.000,00.- = Rp 2.000.000,00.-

Pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih 12 bulan memperoleh gaji, hnrium, imbalan lainnya sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan.

Contoh:
2. Sahona adalah pegawai asing yang berada di Indonesia kurang dari 12 bulan, status kawin mempunyai dua orang anak. Ia memperoleh gaji pada bulan maret 2003 sebesar US$ 2.500,00.- sebulan. Kurs yang berlaku adalah Rp 8.500,00 per US$1,00.-

Penghitungan PPh Pasal 26:
Penghasilan brut berupa gaji sebulan
$2.500,00.- x Rp 8.500,00.- =Rp 21.250.000,00.-

Penetapan tarif:
20% x Rp 21.250.000,00.- = Rp 4.250.000,00.-
PPh Pasal 26 atas gaji US$ 2.500 = Rp 4.250.000,00.-

Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak dari BUT di Indonesia dipotong pajak sebesar 20%.

Contoh:
Penghasilan Kena Pajak Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dalam tahun 2009 sebesar Rp 17.500.000,00.-
Pajak penghasilan terutang: 28% x Rp 17.500.000,00.- = Rp 4.900.000,00.-

Penghasilan Kena Pajak setelah pajak Rp 12.600.000,00.-
Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang: 20% x Rp 12.600.00,00.- = Rp 2.520.000,00.-. Namun, apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp 12.600.000,00.- tersebut ditanamkan kemali di Indonesia sesuai dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, maka atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak.

Pemotong Pajak

PPh Pasal 26 dipotong oleh pihak yang wajib membayar penghasilan tersebut, yaitu:
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak Dalam negeri
3. Penyeleggaran Kegiatan
4. Bentuk Usaha Tetap
5. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri lakepada innya.
Yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
Dikecualikan sebagai Pemotong Pajak PPh Pasal 26 atas imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang pribadi Luar negeri dan organisasi internasiaonal.

Ketentuan Pasal 26 Sesuai Undang Undang Pajak Penghasilan Tahun 2008

Berlaku tanggal 1 Januari 2009 bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia sebagai Objek Pajak pemotong PPh Pasal 26.
Undang undang Pajak Penghasilan menganut dua sistem pengenaan pajak, yaitu:
1. Pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu Betuk Usaha Tetap di Indonesia
2. Pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak Luar Negeri lainnya.

Jenis-jenis penghasilan yang wajib dilakukan pemotongan dapat digolongkan dalam:
1. Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk deviden, bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, dan sewa serta penghasilan lain sehubungan dengan pengunaan harta.
2. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan
3. hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
4. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
5. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
6. keuntungan karena pembebasan utang

Negara domisili dari Wajib Pajak Luar Negeri selain menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia ditentukan oleh tempat atau tempat kedudukan Wajib Pajak yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).oleh karena itu, negara domisili tidak hanya ditentukan berdasarkan Surat Keterangan Domisili, tetapi juga tempat tinggal atau tempat kedudukan dari penerima manfaat dari penghasilan dimaksud.
Dalam hal penerima manfaat adalah orang pribadi, negara domisilinya adalah negara tempat orang pribadi tersebut bertempat tinggal sedangkan penerima manfaat adalah badan maka negara domisilinya adalah negara tempat pemilik atau lebih dari 50% pemegang saham baik sendiri-sendiri, maupun bersama-sama berkedudukan atau efektif manajemennya berada.


PPh Pasal 26 Atas Penghasilan Penjualan atau Penghasilan Saham
Pasal 18 ayat (3c) Undang Undang Pajak Penghasilan mengamanatkan bahwa Penjualan atau Penghasilan Saham Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Sebagai pelaksanaannya Pasal 26 ayat 3 mengamanatkan perlunya Peraturan Menteri Keuangan nomor 258/PMK.03/2008 yaitu mengatur Pemotongan Pajak Pasal 26.
Pengaturannya sebagai berikut:
1. Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (special purpose company atau condult company) dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, atau pejualan atau pengalihan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
2. Perusahaan antara dimaksud pada butir 1 adalah erusahaan antara yang dibentuk untuk tujuan penjualan atau pengalihan saham perusahaan yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax heaven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan.
3. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham pada butir 1, di potong pajak penghasilan 20% dari perkiraan penghasilan neto yang sifat pengenaannya final. Penghasilan neto tersebut di tetapkan 25% dari harga jual.
4. Bagi penjual yang sebagai Wajib Pajak Luar Negeri yang merupakan penduduk dari negara yang telah mempunyai persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) dengan Indonesia, pemotongan pajaknya hanya di lakukan apabila hak pemajakan berdasar P3B berada pihak Indonesia.
5. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham kepada Wajib Pajak Dalam Negeri dipotong pajak oleh pembeli Wajib Pajak Dalam negeri dan kepada Wajib Pajak Luar Negeri di berikan bukti pemotongan PPh pasal 26.
6. Dalam hal saham di beli oleh Wajib Pajak Luar Negeri di berlakukan ketentuan ;
a. Pihak yang di tunjuk sebagai pemungut pajak adalah badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia yang sahamnya di perjualbelikan oleh pemegang saham Wajib Pajak Luar Negeri di luar Bursa Efek; dan
b. Badan di maksud harus mencatat akta pemindahan hak atas saham yang di jual.
7. Pajak yang telah di potong wajib di setorkan ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan melaporkannya dalam SPT masa paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajaknya berakhir.


SAAT TERUTANGNYA

Saat terutangnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu terutang pada bulan di lakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.


PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK
1. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Terutang pada akhir bulan di lakukannya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan, atas penghasilan berupa ;
a. Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga, termasuk premium,diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta ; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan;hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun; pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
b. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
c. Premi asuransi yang di bayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri;

2. Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah di potong harus di setorkan selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak;
3. Pemotong Pajak PPh Pasal 26 di wajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
4. Pemotong Pajak PPh Pasal 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 26 kepada orang pribadi atau badan yang di bebani membayar Pajak Penghasilan yang di potong.
5. Pemotongan Pajak PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa Penghasilan Kena Pajak sesudah di kurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, terutang dan harus di bayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bualn ke tiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Akhir Tahun Pajak Berakhir , sebelum SPT disampaikan.

PREMI ASURANSI DAN PREMI REASURANSI YANG DIBAYARKAN KEPADA PERUSAHAAN ASURANSI LUAR NEGERI

Pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri dikenakan PPh 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto. Besarnya perkiraan penghasilan neto tersebut adalah ;
1. Atas premi yang di bayarkan tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang , sebesar 50% dari jumlah premi yang di bayar;
2. Atas premi yang di bayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% dari jumlah premi asuransi.
3. Atas premi oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebasar 5% dari jumlah premi yang dibayar.

Contoh:
1. Perusahaan penyewaan gedung kantor, PT Ananda, mengasuransikan bangunan bertingakat langsung keperusahaan asuransi di luar negri dengan membayar jumlah premi selama tahun 2002 sebesar Rp 1 miliar = Rp500.000.000,00. Besar PPH Pasal 26 yang harus di potong oleh PT Ananda selama 2002 adalah 20% x Rp 500.000.000,00 = Rp 100.000.000,00.

Pemotongan hasil Pajak Penghasilan Pasal 26 tersebut di lakukan oleh :
1. Tertanggung, dalam hal di lakukan pembayaran premi oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negri baik secara langsung maupun melalui pialang.
2. Perusahaan asuransi yang berkedudukan di indonesia dalam hal di lakukan pembayaran premi oleh perusahaan yang berkedudukan di indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negri baik secara langsung maupun melalui pialang.
3. Perusahaan asuransi yang berkedudukan di indonesia, dalam hal di lakukan pembayaran premi oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

PPh PASAL 26 YANG TIDAK BERSIFAT FINAL
Pemotongan pajak atas Wajib Pajak Luar Negeri adalah bersifat final, namun atas penghasilan sebagaimana di maksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c, dan atas penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan Luar Negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau badan luar negeri yang ber ubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap, pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat di kreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan pajak penghasilan.

Penghasilan –penghasilan tertentu dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 yang tidak bersifat final, yaitu :
1. Pemotongan atas penghasilan sebagai berikut :
a. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di indonesia yang sejenis dengan yang di jalankan atau di lakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Penghasilan berupa dividen; bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengambilan utang; royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan; hadiah dan penghargaan; pensiun dan pembayaran berkala lainnya, yang diterima atau di peroleh kantor pusat, dengan syarat hubungan efektif antara Bentuk Usaha Tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
2. pemotongan atas penghasilan yang di terima atau di peroleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak Penghasilan Pasal 26 atas penghasilan yang di terima atau di peroleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap , tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat di kreditkan dalam SPTPP.


PEDOMAN STANDAR GAJI KARYAWAN ASING

Masalah pedoman stamdar gaji karyawan asing telah di atur dalam Surat Edaran Nomor SE 25/Pj.43/1993 Tanggal 7 Oktober 1993 di anggap tidak sesuai lagi dengan kondisi nyata dari gaji yang di terima oleh karyawan asing . maka di pandang perlu menyempurnakan pedoman di maksud. Beberapa pokok pengaturan tersebut meliputi :
1. Pedoman standar gaji karyawan asing (terdapat dalam tabel) di gunakan dalam hal :
a. Terdapat petunjuk bahwa pembukuan Wajb Pajak tidak benar sehingga tidak dapat di hitung besar pajak yang seharusnya terutang.
b. Di peroleh bukti yang menunjukan bahwa terdapat pembayaran gaji karyawan asing yang tudak seluruhnya di bukukan untuk pelunasan PPh Pasal 21 atau Pasal 26.
c. Pemeriksaan tidak mendapatkan data yang dapat di gunakan untuk menetukan jumlah gaji karyawan asing dalam rangka penetapan jumlah PPh Pasal 21 atau Pasal 26 yang terutang.

2. Penggunaan pedoman standar gaji karyawan asing harus memperhatikan :
a. Kebangsaan karyawan asing yang bersangkutan .
b. Jenis usaha dari perusahaan tempat karyawan asing memperoleh penghasilan (pemberi kerja).
c. Kedudukan atau jabatan karyawan asing dalam perusahaan tempat yang bersangkutan bekerja.


2 komentar:

Surya Adhi mengatakan...

alhamdulillah terima kasih gan buat share ilmunya, bermanfaat banget :)
blogwalking Surya Personal Blog

BELAJAR BAHASA mengatakan...

Penghasilan WNA di Indonesia yang dikenakan PPh 26

Posting Komentar

tianahalawa. Diberdayakan oleh Blogger.